Print this page

Emangnya Gue Pikirin

(1 Vote)
Emangnya Gue Pikirin

Sering kita mendengar kata-kata agar kita menggunakan daya pikir kita. Contoh : “mbok yo mikir to”. Padahal, tanpa dimintapun kita selalu mikir. Nah... dari konteks ini, sepertinya yang dimaksud adalah agar kita menggunakan kekuatan alat pikir dengan benar atau berpikiran benar. Kalau demikian, bagaimana ceritanya sampai dengan kita dapat berpikir secara benar.

  1. Dipahami bahwa sering kita menunjuk ke arah kepala (dimana otak berada) dikala sedang berpikir. Sepertinya pikiran ada disana. Perlu diketahui bahwa ketika otak dibelah, disana tidak ada apapun yang dapat terbaca sebagai sebentuk pikiran, kecuali materi otak itu sendiri. Jadi otak hanya sebagai alat. Lantas dimanakah pikiran itu berada? Mungkin tak seorangpun bisa dengan persis menunjukkan letaknya. Atau dengan kata lain pikiran bersifat gaib, bahkan spiritual.
  2. Kita lihat definisinya dulu (coba cek di kamus besar bahasa Indonesia)
    1. Pikir (kata benda/noun): akal budi, ingatan, angan-angan. Sepertinya hal ini menunjukkan bahwa ada semacam gudang (suatu tempat) yang terpisah dengan otak secara fisik. Tempatnya dimana.... itulah misterinya.
    2. Berpikir (kata kerja/verb): menggunakan akal budi.
    3. Pikiran (kata benda/noun): hasil berpikir
    4. Berpikiran (versi sendiri): hasil kerja akal budi terhadap suatu peristiwa, keadaan, situasi tertentu.
    5. Hasil kerja akal budi itu rasanya dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu berupa pemahaman (semacam memahami dengan menarik data yang telah ada dalam gudang ingatan) dan penilaian (semacam: baik-buruk; benar-salah; indah-jelek; susah-senang) terhadap suatu peristiwa. Inilah yang jadi titik pentingnya.

Selanjutnya, suatu hasil kerja akal budi menjadi sebuah pemahaman karena bebas dari penilaian yang umumnya dilanjutkan dengan keterlibatan emosi, artinya bila dinilai baik, emosinya ikut baik dan sebaliknya. Maksud dari keterlibatan emosi yaitu pada saat akal budi bekerja dengan penilaian, dilanjutkan bekerjanya emosi, entah itu emosi positif atau negatif. Karena cepatnya proses, maka tampak emosi muncul seperti dalam waktu yang bersamaan dengan saat akal budi bekerja.

OK, lantas konkritnya dalam kehidupan seperti apa?

Kita lihat contoh situasi/peristiwa berikut:

  1. Bagaimana kerja pikiran bila menghadapi soal ujian. Pikiran bekerja hanya menyangkut menggali ingatan dari data yang telah masuk melalui otak, entah berupa rumus, hafalan IPS, IPA, atau ilmu apapun. Rasanya berasal dari dalam atau menggali simpanan di gudang, rasanya landai dan sepertinya nyaman karena tanpa melakukan penilaian entah benar atau salah dalam pengerjaan soal ujian.
  2. Bagaimana kerja pikiran menghadapi peristiwa kehidupan yang dipersepsikan (misalnya) negatif, seperti melanggar aturan (terpaksa/tidak), terlibat atau melihat kecelakaan, ejekan, makian, kelaparan, bisnis belum seperti yang diharapkan, dll. Umumnya pikiran segera melakukan analisa dan rasanya tanpa menarik apapun dari gudang, seperti otomatis. Bahkan sering hasilnya berupa penilaian.

Dari contoh tersebut, seandainya saja pada saat pikiran kita disodori peristiwa kehidupan, terus pikiran kita dapat diarahkan hanya bekerja sebagaimana bila disodori soal ujian, kira-kira apakah yang bakal terjadi? Kenapa? Karena menurut beberapa literatur menyebutkan bahwa pikiran kita dibawah kendali kita, artinya bisa diperintah untuk bekerja sebagaimana yang kita kehendaki.

Jadi, mungkinkah berpikiran benar dapat diartikan bahwa kita sebaiknya menggunakan akal budi dengan maksud tanpa melakukan penilaian?. Jadi, kata-kata “Mbok yo mikir to”, berarti kita hanya perlu mengendalikan diri untuk berhenti (tidak tergoda untuk segera mempersepsikan sesuatu dengan hasil berupa sebuah nilai). Itu mungkin yang disebut pengendalian diri atau berpikir benar.

Ada juga yang bilang “Berhentilah berpikir, atau ra sah mikir”, jangan-jangan ini juga mengandung kebenaran, bila dikaitkan dengan maksud dilarang berpikir sebagai bentuk analisis yang hasil akhirnya menilai. Katakan saja jenis mikir ini adalah pikiran luar sedangkan mikir tanpa menilai termasuk jenis pikiran dalam.

Bingung?.... ya silahkan bingung aja, emangnya gue pikirin. Tongue out

about author